BerandaBerita Terkini‎Sidang Perkara Lahan Tanah Merah Cipayung, Pihak PT. Tjitajam...

‎Sidang Perkara Lahan Tanah Merah Cipayung, Pihak PT. Tjitajam Sebut Dua Saksi BLBI Tidak Objektif

Depok | suaradepok.com

‎Satuan Tugas (Satgas) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), menghadirkan saksi yang merupakan PNS di Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Hal tersebut merupakan sidang perkara penguasaan lahan di tanah merah Cipayung, Kota Depok, yang rencananya akan dibangun stadion bertaraf internasional oleh Pemkot Depok memasuki tahap pemeriksaan dua orang saksi di Pengadilan Negeri Depok, Kamis (14/8).

‎Namun, PT Tjitajam selaku tergugat II pada perkara ini menilai bahwa kesaksian yang diberikan tidak memiliki kekuatan hukum apapun.

‎Lantas, PT Tjitajam yang mengklaim lahan 53,8 hektar itu mempertanyakan apakah penguasaan lahan di Tanah Merah Cipayung oleh BLBI itu sah secara hukum, sementara pernyataan saksi dinilai tidak objektif selama sidang berlangsung.

‎“Agenda sidang kali ini mendengarkan keterangan dua saksi yang dihadirkan oleh tergugat IV (Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana pada BLBI), yaitu dua orang saksi yang merupakan PNS di Kemenkeu,” tutur Kuasa Hukum PT Tjitajam, Reynold Thonak, Kamis (14/8).

‎Kedua saksi yang diajukan oleh tergugat IV, sambung Reynold, dinilai oleh Majelis Hakim pada persidangan sebagai satu kesatuan dengan pihak yang berperkara, pada Perkara Perdata Nomor : 295/Pdt.G/2024/PN.Dpk.

‎Hal ini dengan pertimbangan adanya keberatan dari pihak Tergugat II (PT Tjitajam dengan Rotendi selaku Direktur) melalui kuasa hukumnya, Reynold Thonak, yang menerangkan dalam persidangan bahwa sebagaimana yang telah diketahui secara umum, bahwa masa tugas Satgas BLBI telah berakhir per Desember 2024 dan sudah tidak diperpanjang.

‎“Sehingga segala pertanggungjawaban dan/atau legal standing daripada Satgas BLBI sendiri telah beralih demi hukum kepada Kemenkeu. Sehingga kedua Saksi yang merupakan PNS di Kemenkeu jelas merupakan satu kesatuan dengan Tergugat IV dan tidak bisa memberikan keterangan yang obyektif,” jelas Reynold.

‎Menanggapi hal tersebut, Majelis Hakim memberikan kesempatan kepada tergugat IV agar para saksi tetap didengar keterangannya. Namun dengan tidak disumpah, serta menjelaskan bahwa seluruh pihak yang hadir dalam persidangan tentu jelas mengerti konsekuensi secara hukum atas keterangan saksi yang tidak disumpah dan hanya didengar.

‎“Berkaitan dengan hal ini. Setelah selesai proses persidangan,keterangan yang tidak disumpah tidak memiliki kekuatan hukum apapun,” tegas Reynold.

‎Kemudian, sambungnya, kedua saksi tersebut memberikan keterangan dalam sidang yang menerangkan bahwa lahan Tanah Merah Cipayung seluas kurang lebih 538.000 M² telah diperoleh oleh negara.

‎“Mereka mengklaim bahwa lahan itu telah diperoleh negara, berdasarkan adanya Perjanjian Penyelesaian Pinjaman tertanggal 11 Desember 1998, antara PT Tjitajam dengan PT Mitra Unggul Bina Nusa yang menjaminkan Tanah Merah di Bank Central Dagang (BCD),” kata Reynold.

‎Kemudian, lanjut Reynold, saksi juga menjelaskan bahwa adanya krisis moneter yang menyebabkan BCD menjadi salah satu bank yang bermasalah dan menerima bantuan dari negara. Sehingga sebagai bentuk pelunasan utang negara, aset-asetnya kemudian dikuasai dan dikelola oleh negara.

‎“Dan khusus untuk Tanah Merah telah dilakukan pengamanan aset seperti pemblokiran pada Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan pengamanan aset pada tahun 2023,” tambahnya.

‎Namun selama persidangan, Reynold mengatakan, kedua saksi menjelaskan yang menjadi dasar penguasaan Tanah Merah Cipayung Jaya oleh Satgas BLBI atau Kemenkeu bukanlah sertifikat PT Tjitajam. Melainkan hanya SK Kanwil Jawa Barat Nomor : 960/HGB/KWBPN/1997 Tanggal 29 Oktober 1997.

‎“Tentunya ini menjadi tidak jelas atau tidak berdasar hukum atau tindakan semena-mena oleh pemerintah,” beber Reynold.

‎Atas keterangan-keterangan yang diberikan oleh kedua saksi tersebut, Reynold justru mempertanyakan, apa yang menjadi dasar penguasaan lahan atas Tanah Merah itu oleh Satgas BLBI.

‎“Apakah ada sertipikat?Dan apakah pernah ada sita jaminan?, mengingat keterangan dari saksi bahwa Tanah Merah Cipayung itu pernah dijaminkan kepada BCD. Saya juga mempertanyakan kepada saksi, apakah ada hak tanggungan dan lainnya terhadap Tanah Merah tersebut,” kata Reynold.

‎Namun dalam Persidangan itu, Reynold mengatakan, kedua saksi tersebut justru tidak memberikan jawaban, dan hanya menerangkan bahwa mereka tidak mengetahui atas hal-hal tersebut.

‎Setelah berakhirnya proses persidangan, Reynold menerangkan, bahwa PT Tjitajam tidak pernah berhutang sepeserpun dan tidak pernah menerima aliran uang. Baik dengan PT Mitra Unggulbina Nusa maupun Bank Central Dagang, merupakan bank yang diketahui secara umum dimiliki oleh keluarga Hovert Tantular yang hingga saat ini masih buronan negara.

‎“Bagaimana mungkin pihak lain yang berhutang kemudian aset orang lain. Dalam hal ini aset PT Tjitajam yang dijadikan pelunasan hutang? Ini kan sangat berbahaya. Kami yakin ini cara kerja mafia tanah,” tutur Reynold.

‎Dari fakta persidangan , Reynold mengatakan, sesuai bukti tergugat IV yang diajukan oleh satgas BLBI ternyata Hindarto Tantular/Anton Tantular, selaku pemegang saham PT Bank Central Dagang-BBKU memiliki hutang kepada negara, sebesar RP 1.470.120.709.878.01 (Satu triliun empat ratus tujuh puluh miliar seratus dua puluh juta tujuh ratus sembilan puluh ribu delapan ratus tujuh puluh delapan dan 1/100 rupiah). Jumlah yang sangat fantastis.

‎“Hutang mereka inilah yang menyebabkan penguasaan aset oleh Satgas BLBI, terhadap Tanah Merah Cipayung milik PT Tjitajam, tentulah sangat tidak adil dan tak berdasarkan hukum. Menurut kami kasus PT Tjitajam ini adalah bukti nyata masih maraknya mafia tanah di Indonesia yang dilakukan oknum berbaju dinas,” kata Reynold.

‎Selain itu, Reynold menerangkan, terkait Tanah Merah Cipayung yang diwacanakan sebagai lokasi pembangunan stadion bertaraf internasionalk oleh Pemkot Depok, hingga saat ini telah dua kali diletakan sita jaminan oleh pengadilan.

‎“Sita jaminan itu diletakan pertama kali pada tahun 2000 dan 2017. Selain itu juga sudah ada 10 putusan pengadilan yang mengabulkan pokok perkara, di mana memenangkan pihak klien PT Tjitajam dengan Direktur Rotendi serta pemegang saham mayoritasnya adalah PT Surya Mega Cakrawala (90 persen), selaku pemilik sah dan yang berhak atas Tanah Merah Cipayung,” jelas Reynold.

‎“Saya mengecam kepada pihak-pihak manapun yang ingin merenggut hak warga negara Indonesia yang terlindungi secara konstitusional, dengan menggunakan cara-cara yang melawan hukum dan/atau menindas rakyat,” tutup Reynold.

‎Sementara itu, Satgas BLBI sampai saat ini enggan berkomentar selama berjalannya persidangan tersebut. (Guntur)

spot_imgspot_img
spot_imgspot_img
spot_imgspot_img
spot_imgspot_img
spot_imgspot_img
spot_imgspot_img
spot_imgspot_img
spot_imgspot_img
spot_imgspot_img