Sukmajaya – suaradepok.com
Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Gelora Lokomotif dan Pembangunan (LSM Gelombang) Kota Depok, Cahyo Putranto Budiman menunggu keberanian Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI) mengusut kasus dugaan Korupsi pengadaan lahan SMPN 35 di Depok.
Cahyo mengatakan, usai menyerahkan berkas tambahan ke Gedung Merah Putih, Jl. Kuningan Persada Kav. 4, Setiabudi, Jakarta Selatan 12950 pada Jumat (16/5/2025).
“Alhamdulillah hari ini kami telah menyerahkan seluruh berkas dugaan mark up pengadaan lahan untuk SMPN 35 ke KPK. Tiga dokumen tambahan yang diminta KPK pun telah kami serahkan,” kata Cahyo kepada wartawan.
Saat ini kata Cahyo, hanya tinggal menunggu pihak aparat penegak hukum (APH) bergerak untuk menuntaskan kasus dugaan korupsi pengadaan lahan SMPN 35 yang berlokasi di Kelurahan Curug, Cimanggis Depok.
“Sekarang hanya tinggal menunggu kejelian, kecermatan, ketelitian serta kesungguhan KPK dalam menindak-lanjuti laporan kami. Semoga terang benderang, dan Kota Depok bisa merasakan hasil dari kinerja KPK,” paparnya.
Diberitakan sebelumnya, Cahyo dari LSM Gelombang telah melaporkan dugaan tindak pidana kasus korupsi pengadaan lahan di Kelurahan Curug, Cimanggis, Kota Depok.
Dugaan mark up pembelian lahan yang berasal dari anggaran Pokok Pikiran atau pokir tersebut dikatakan Cahyo melibatkan sejumlah pimpinan daerah.

Saat itu, Cahyo mengatakan ia masih mencari bukti tentang keterlibatan mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Depok dalam kasus pengadaan lahan yang diduga merugikan negara senilai belasan miliaran rupiah.
“Menariknya, kita masih menunggu dan mencari bukti soal keterlibatan mantan Ketua DPRD Kota Depok, pak HTM Yusufsyah Putra dalam dugaan kasus ini,” kata Cahyo membuka percakapan, pada Kamis (27/2/2025) lalu.
Cahyo menduga ada keterlibatan HTM Yusufsyah Putra dalam kasus pengadaan lahan untuk Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 35 Kota Depok tersebut. Karena kata Cahyo, Ketua DPRD adalah mengikat jabatan sebagai Ketua Badan Anggaran atau Banggar dimana tanda tangan Ketua DPRD menjadi hal yang mutlak dan harus dalam pengesahan anggaran.
“Kalaupun yang bersangkutan mengaku tidak terlibat, paling ringan sudah tentu mengetahui. Kalau tahu itu adalah salah, kenapa dibiarkan bahkan ditandatangani oleh yang bersangkutan,” pungkas Cahyo. (Wahyu Gondrong)