DEPOK | suaradepok.com
Ketua Fraksi PKB di DPRD Depok, Siswanto telah melakukan konfrensi pers pada 27 Oktober 2025, guna menyampaikan sanksi atas anggotanya berinisial TR sesama partai yang di juluki Partai Santri.
Dalam konpress itu, Siswanto telah menyampaikan dan membacakan penetapan sanksi TR dalam surat keputusan (SK) Badan Kehormatan (BK) DPRD Depok. TR di nilai telah melanggar kode etik sebagai pejabat anggota dewan.
Siswanto yang bertindak sebagai Ketua Fraksi PKB di DPRD Depok, mengatakan TR dikenakan sanksi sengan kategori “sanksi sedang” dan telah dinonaktifkan dri seluruh Alat Kelengkapan Dewan (AKD) di DPRD Depok. Artinya, TR diberhentikan sementara dari jabatannya di Badan Musyawarah (Bamus) dan anggota Komisi B DPRD Depok.
Ia menjelaskan, BK memiliki tiga kategori yaitu sanksi ringan, sedang, dan berat. Dalam kasus ini, sanksi sedang dipilih lantaran adanya itikad baik dari TR.
“Kami dari Fraksi PKB menghormati keputusan BK. Keputusan itu sah, konstitusional, dan harus kami tindaklanjuti sesuai rekomendasi yang diberikan,” tegas Siswanto yang juga biasa disapa Pak Sis.
Lebih lanjut, Siswanto memastikan Fraksi PKB dan partai akan tetap memberikan dukungan dan pendampingan hukum kepada TR selama proses berjalan.
Menurut Sis, sikap yang diambil fraksi PKB tersebut agar TR bisa fokus dan menyelesaikan permasalahan yang dihadapinnya.
“langkah ini kami ambil agar TR bisa fokus menyelesaikan persoalan yang dihadapi, termasuk laporan kepolisian yang muncul terkait perjanjian tersebut. Kami ingin semuanya cepat selesai dan tidak berlarut-larut,” tutupnya Siswanto.
Kendati begitu, sikap ketua Fraksi PKB tersebut telah di pertanyakan. Sebab, BK DPRD Depok belum melakukan aksi apa apa terkait keterangan sanksi TR. Namun Siswanto sudah memvonis nonaktif TR.
Alih alih sudah jelas, TR yang mengetahui hal tersebut justru langsung melayangkan surat keterangan pers melalui kuasa hukumnya, Deny Hariyatna. Dalam suratnya, TR merasa keberatan atas apa yang disampaikan Siswanto dalam jumpa pers tentang penonaktifan dirinnya di Bamus dan Komis B DPRD Depok.
Menurut TR, nonaktifkan dirinya di Bamus dan Komisi B yang disampaikan Siswanto terkesan terlalu dini. Bukan hanya itu, Siswanto dinilai seperti menyampaikan hal pribadi terkait penonaktifan TR. Padahal, dalam SK BK DPRD Depok tidak nampak kata nonaktif untuk sanksi yang diberikan kepada TR.
Lebih lanjut, Deny mengungkapkan bahwa kliennya telah menerima salinan keputusan BK sejak minggu lalu, sebelum pernyataan resmi dikeluarkan oleh Ketua Fraksi PKB pada hari Senin lalu.
“Apa yang direkomendasikan oleh BK terkait wewenang harus sesuai dengan apa yang direkomendasikan. Jika di luar itu, maka tindakan tersebut dapat dianggap sewenang-wenang,” jelasnya Deny.
Tidak sampai disitu, Deny juga menyoroti bahwa kliennya tidak pernah dipanggil atau dimintai klarifikasi sebelum sanksi dijatuhkan.
“Klien kami baru menerima undangan rapat pada malam ini. Usulan sanksi datang dari fraksi yang kemudian ditetapkan oleh pimpinan. Jika muncul sanksi penonaktifan, apa landasan atau dasarnya?” tanyanya.
Oleh karena itu, TR mengajukan surat keberatan kepada BK DPRD Depok untuk meminta pelurusan terkait keputusan tersebut.
“Surat keberatan perihal nonaktif ini sudah sesuai dengan alurnya. Substansinya adalah SK BK merekomendasikan penerapan sanksi sedang, yang definisinya adalah pemindahan tugas atau jabatan sementara, sebagaimana diatur dalam Pasal 29 Kode Etik DPRD,” tegas.
Deny menegaskan, bahwa upaya ini adalah untuk meluruskan persoalan. Pihaknya berharap BK DPRD Depok dapat menerima, menganalisis, dan memverifikasi surat keberatan yang diajukan.
Ia juga menyoroti bahwa SK sanksi belum diterbitkan, namun sudah diumumkan ke publik.
“Aneh jika seseorang disanksi tanpa diberi kesempatan untuk membela diri. Seharusnya ada proses yang jelas terlebih dahulu. Keputusan BK seharusnya menjadi landasan bagi fraksi dalam mengambil keputusan,” tambahnya.
Hal ini dapat dirujuk pada Peraturan DPRD Nomor 2 Tahun 2018 tentang Kode Etik, Pasal 29. Sanksi tersebut merekomendasikan implementasi sanksi, bukan sanksi nonaktif.
“Inilah yang menjadi dasar keberatan TR Alih-alih menyelesaikan persoalan, sanksi ini justru menimbulkan masalah baru. Rekomendasinya adalah sanksi sedang, namun yang diterapkan justru sanksi berat,” tutupnya.
Sampai saat ini, pihak BK DPRD Depok belum memberikan keterangan terkait sanksi TR. (Guntur Bulan)











